Iklan_1

Education & Financial Konsulting

Education & Financial Konsulting
Education & Financial Konsulting

Agrobisnis & Pariwisata

Agrobisnis & Pariwisata
Agrobisnis & Pariwisata

Digital & Network Development

Digital & Network Development
Digital & Network Development
PERTEMUAN DI LAYAR KECIL

Yogi Iskandar

11/16/2024

  Pesan itu datang tanpa peringatan, sederhana, namun cukup untuk menarik perhatian Raka. "Halo, Kak Raka. Saya Nafisah, dosen di kam...

PERTEMUAN DI LAYAR KECIL

 


Pesan itu datang tanpa peringatan, sederhana, namun cukup untuk menarik perhatian Raka.

"Halo, Kak Raka. Saya Nafisah, dosen di kampus tempat acara kemarin. Terima kasih sudah menjadi pemateri. Saya sangat terinspirasi dengan materi yang Kakak sampaikan."

Raka menatap layar ponselnya. Nama itu terasa asing, tapi ada sesuatu dalam cara pesannya disusun yang membuatnya tersenyum kecil. Ia membalas dengan santai, "Halo, Nafisah. Terima kasih sudah menyimak. Saya senang kalau materi saya bisa bermanfaat."

Sejak pesan pertama itu, percakapan mereka mulai berjalan. Awalnya, obrolan mereka masih sebatas formalitas—tentang pekerjaan, pendidikan, dan acara kampus. Namun, perlahan, pembicaraan mereka mulai keluar dari batas-batas profesional. Nafisah bercerita tentang kelas yang dia ampu, murid-murid yang kadang lucu, kadang menjengkelkan. Raka berbagi kisah tentang proyek yang sedang ia kerjakan dan perjalanan-perjalanan yang ia lakukan.

"Kak, pernah nggak sih ngerasa murid itu kayak cermin diri sendiri? Kadang mereka itu kayak aku pas kuliah dulu, bandel dan sering ngeluh."
"Iya, Naf. Tapi kalau cermin kita buram, mungkin karena kita juga belum selesai belajar. Aku juga ngerasa gitu ke kolega."

Obrolan mereka mengalir seperti aliran air, santai namun penuh makna. Raka mulai merasa bahwa Nafisah adalah sosok yang lebih dari sekadar rekan kerja. Dia cerdas, bijaksana, dan memiliki cara pandang yang unik. Tapi di balik kehangatannya, Raka juga merasakan sesuatu yang tersembunyi. Nafisah sering menghindar ketika pembicaraan mulai mengarah ke kehidupan pribadinya.

Suatu hari, Nafisah tiba-tiba mengirimkan pesan yang berbeda dari biasanya.
"Kak, pernah nggak merasa ingin sekali membuat orang yang kita sayang bangga, tapi nggak sempat?"

Raka terdiam beberapa saat sebelum menjawab.
"Pernah, Naf. Kadang rencana kita nggak berjalan sesuai harapan. Tapi mungkin mereka sudah bangga, bahkan tanpa kita menyadarinya."

Pesan itu menjadi awal dari sesuatu yang lebih dalam. Nafisah mulai terbuka sedikit demi sedikit, menceritakan tentang kehilangan besar yang baru saja ia alami—kepergian kekasihnya, yang selalu menjadi teladan dan sumber kekuatannya.

Raka mendengarkan dengan sabar, tanpa memaksa. Ia tahu bahwa luka seperti itu butuh waktu untuk sembuh. Dia hanya ingin menjadi seseorang yang bisa diandalkan, tanpa menuntut lebih.

Setiap malam, Raka menunggu pesan dari Nafisah, meski tahu ia mungkin tidak akan selalu memulai. Dan setiap kali ponselnya berbunyi, ia merasa ada kebahagiaan kecil yang menyusup di sela kesibukannya.

Bagi Nafisah, Raka adalah seseorang yang berbeda. Ia tak pernah memaksa, tak pernah menghakimi. Di tengah segala kebingungan dan luka yang masih ia rasakan, kehadiran Raka terasa seperti rumah kecil yang nyaman—tempat ia bisa beristirahat sejenak dari dunia yang terus berjalan.

Mereka mungkin belum tahu ke mana arah hubungan ini. Tapi satu hal yang pasti, pertemuan pertama mereka di layar kecil itu telah membuka pintu menuju perjalanan yang lebih besar.



Share Post:

Yogi Iskandar


Yogi Iskandar

Yogi Iskandar

Sponsor By:

SUBSCRIBER


SUBSCRIBER

Iklan_Foot