Iklan_1

Education & Financial Konsulting

Education & Financial Konsulting
Education & Financial Konsulting

Agrobisnis & Pariwisata

Agrobisnis & Pariwisata
Agrobisnis & Pariwisata

Digital & Network Development

Digital & Network Development
Digital & Network Development
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Yogi Iskandar

11/28/2016

Oleh,  Imas Maskinah Prodi           : PGSD Semester     : V (lima) Mata Kuliah : Teknologi Pembelajaran             Secara ...

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN



Oleh,  Imas Maskinah
Prodi           : PGSD
Semester     : V (lima)
Mata Kuliah : Teknologi Pembelajaran

            Secara etimologi kata teknologi berasal dari kata “techne” yang berarti serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu objek atau kecakapan tertentu, atau pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau metode dan seni. 
Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan. Teknologi juga bisa berarti keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata ”instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional (pembelajaran) adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.
Menurut definisi commission Intruction Tehnology (CIT) 1970, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis, bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.
Teknologi pembelajaran merupakan usaha sistematis dalam merancang, melaksanakan, dan mengavaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan pembelajaran khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi  pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan nonmanusia agar belajar dapat berlangsung efektif.
Dalam mencantumkan istilah tujuan pembelajaran khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodasi pengaruh pemikiran B. F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus. 
Menurut definisi 1994 teknologi pembelajaran ialah:
1.      Teori dan praktek
Sebuah profesi haruslah memiliki dasar pengetahuan yang mendukung praktek profesi itu. Setiap domain dalam teknologi pembelajaran mencakup khasanah pengetahuan yang didasarkan pada penelitian dan pengalaman. Hubungan antara teori dan praktek dikandung oleh bidang studi yang matang. Teori tersusun atas konsep, konstruk, prinsip, proposisi yang memberikan kontribusi pada khasanah pengetahuan. Praktek ialah penerapan pengetahuan untuk memecahkan masalah. Praktek juga bisa memberikan kontribusi pada dasar pengetahuan melalui informasi yang diperoleh dari pengalaman.
2.      Desain, pengembangan, pemakaian, manajemen, dan evaluasi
Istilah-istilah ini mengacu pada wilayah dasar pengetahuan dan mengacu pada fungsi yang dilakukan  oleh profesional dalam bidang studi itu. Kelima istilah itu merupakan domain dasar teknologi pembelajaran. Kelima  fungsi itu cukup unik dan dapat pula berkembang menjadi wilayah studi yang terpisah, karena kelima domain tersebut  mengacu pada fungsi yang dilakukan oleh para professional dalam semua bidang kajian. Domain desain memberikan kontribusi teoritis dalam teknologi pembelajaran pada bidang studi pendidikan secara lebih luas. Domain pengembangan merupakan domain yang cukup matang yang memberikan kontribusinya pada praktek. Domain pemakaian kurang berkembang baik secara teoritis maupun praktis. Meskipun banyak upaya dilakukan dalam wilayah pemakaian  dalam media, domain ini dapat dikatakan kurang di perhatikan. Domain pengelolaan selalu menjadi bagian bidang studi ini karena mengandung sumber-sumber pendukung setiap fungsi yang perlu diorganisasikan dan dikelola. Domain evaluasi masih mengandalkan penelitian dari bidang studi lain. Sumbangan utama bidang kajian ini ialah evaluasi formatif.
3.      Proses dan Sumber
Proses ialah serangkaian pelaksanaan atau kegiatan yang diarahkan sebagai hasil tertentu. Proses mengaplikasikan adanya urutan yang melibatkan input, tindakan, dan output . contoh proses adalah system delivery  dengan telekonferensi dan belajar mandiri. Proses biasanya bersifat procedural.
Sumber adalah sumber pendukung untuk belajar termasuk system pendukung  materi dan lingkungan pembelajaran. Bidang studi itu tumbuh dari kepentingan pemakaian materi pembelajaran dan proses komunikasi, tetapi sumber-sumber itu bukan saja peralatan  dan materi yang digunakan dalam proses  belajar dan mengajar, tetapi juga orang, pendanaan, dan fasilitas. Sumber dapat mencakup apa yang tersedia untuk membantu individu belajar.
4.      Untuk belajar
Tujuan teknologi pembelajaran ialah untuk mempengaruhi dan memberikan dampak belajar. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa teknologi menekankan terhadap pencapaian hasil belajar. Jadi belajar adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan bahan pembelajaran merupakan sarana untuk  belajar. Belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam pengetahuan, keterampilan  atau sikap.

Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.
1.      Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
Menurut Januszewski dan Persichitte, pada definisi ini terdapat tiga peralihan konseptual utama yang memberikan kontribusi pada formulasi berbagai pengertian TP sebagai suatu teori:
a.       Penggunaan konsep “proses” daripada konsep “produk”;
b.      penggunaan istilah “pesan” dan “instrumentasi media” daripada “bahan” dan “mesin”; dan
c.       pengenalan pada bagian-bagian teori belajar dan teori komunikasi.
Memahami tiga gagasan tersebut dan dampaknya antara satu dengan lainnya merupakan  kunci penting untuk memahami gagasan TP tahun 1963.
2.      Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970 
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
3.      Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.
Definisi ini berbeda dengan definisi sebelumnya dalam tiga hal: pertama, pandangan tentang pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia sedangkan pada definisi Silber, istilah pengembangan bersifat terbuka memuat perancangan, produksi, pemanfaatan dan evaluasi teknologi untuk pembelajaran; Kedua, definisi 1970, demikian pula definisi 1963, beranggapan bahwa TP bersifat man-machine system dan itu berkaitan dengan bahan. Sedangkan definisi ini tidak hanya demikian tetapi juga merubah skup TP dengan menambah komponen bidang ini seperti teknik dan latar. Dan terakhir, gagasan tentang TP sebagai upaya problem solving merupakan sumbangsih original Silber, dan itu merupakan inti dari definisi tersebut. Ide ini kemudian banyak diadopsi oleh definisi selanjutnya.
4.      Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam  definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
5.      Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
6.      Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
 Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
7.      Definisi AECT 1994
“Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
8.      Definisi AECT (2004)
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi-informasi, TP sebagai bidang ilmu juga semakin berkembang. Demikian pula dengan definisinya juga mengalami perbaikan. Hal itu juga tidak dapat dilepaskan dari evaluasi dan kritik terhadap definisi 1994.
Kritik utama yang ditujukan pada definisi 1994 adalah bahwa TP tampak terlalu berpendakatan sistem dalam mengembangkan pembelajaran dan itu terlalu membatasi mainstrem guru, administrator sekolah, peneliti dan juga para sarjana TP. Karenanya, definisi 1994 direvisi dengan definisi 2004 sebagaimana dirumuskan berikut ini:
“Studi dan praktik yang berlandaskan etika dalam menfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan berbagai proses dan sumber teknologi yang tepat”.
Pada definisi yang terbaru ini, gagasan tentang etika mulai dimasukkan. Sebagaimana kritik terhadap definisi 1994, mainstrem ilmuan, teknolog, dan praktisi TP begitu dibatasi dalam pendekatan sistem yang memang demikianlah salah satu karakteristik teknologi, sehingga menyebabkan TP demikian tidak luwes dan kehilangan sisi kemanusiaan dalam berbagai domainnya. Karenanya, diharapkan landasan etika yang menjadi sumbangsih utama definisi terbaru ini bisa menanggulangi, meminjam istilah Prof. Dimayati, “keterbudakan teknologi” dalam pembelajaran.
Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :
1.      Metode Kaum Sofi.
Perkembangan dari berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik . mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor. Pandangan ajaran kaum Sofi didasarkan atas:
a.       Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah permbeelajaran dapat diarahkan secara efektif.
b.      Bahwa proses evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.
c.       Sejarah dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evolusi berkelanjutan.
d.      Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
e.       Bahwa asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.         
Selanjutnya golongan Sofi ini memandang mansuia sebagai makhluk yang memiliki potensi intelegensi, potensi tanggung jawab sosial, potensi mengatur diri dan menaklukkan alam. Pengembangan potensi tersebut memerlukan pendidikan dan pengajaran. Mereka percaya akan nilai-nilai positif yang dikandung oleh pendidikan dan pengajaran. Golongan Sofi menghargai semua bentuk teknologi yang dalam bahasa Yunani disebut dengan techne, yang meliputi paham tentang kenegaraan berdasarkan rumus yang diciptakan oleh Pytagoras, bahwa manusia adalah ukuran dari segala-galanya
Pada tahun 1901 William James dalam bukunya “Talks to Teacher on psychology” mengungkapkan perbedaan antara seni mengajar dan ilmu mengajar. Kemudian pada tahun yang sama John Dewey menyatakan bahwa metode ilmu pengetahuan empirislah yang merupakan asas dalam pendidikan sehingga membawa implikasi terhadap fungsi ruang kelas sebagai laboratorium. Selanjutnya pada tahun 1902, Edward Thorndike untuk pertama kalinya memperkenalkan metode kuantitatif untuk masalah-masalah pengajaran. Kemudian pada tahun 1904, G. Stanley Hall melakukan pengujian dengan cara kuantitatif, melakukan pengukuran intelegensi anak yang tertuang dalam buku hasil penelitiannya yang berjudul ‘Adolescence’.
Dari pola hubungan yang terjadi tersebut, maka prinsip-prinsip dasar teknologi pengajaran menurut Thorndike adalah:
1)      Aktivitas sendiri
2)      Minat sebagai motivasi
3)      Persiapan dan suasana mental
4)      Individualisasi, dan
5)      Sosialisasi.

Metode John Dewey ini juga dikenal dengan metode berpikir reflektif, di mana seseorang berusaha untuk melakukan pemecahan masalah dalam proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang defenitif melalui lima langkah yaitu:
a.       Pertama siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar dirinya sendiri.
b.      Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitan-kesulitan dan menentukan masalah yang dihadapinya.
c.       Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisinya itu sendiri sayu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungknan guna memecahkan masalah tersebut. dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya.
d.      Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.
e.       Selanjutnya ia mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan  membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah satu kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan yang lain, sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah yang tepat itulah yang benar, yaitu yang berguna untuk hidup dan sebagai asas pragmatisme.


2.      Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat, metode yang dipakai disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yang sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaannya berlangung dengan cara take and give of conversation. Dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.

3.      Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelompok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulkan jawaban itu sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.

4.      Metoda Lancaster
Metoda Lancaster ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencananya yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas khusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lancaster, pemakaian media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa menulis.

5.      Metoda Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang baru itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapat dikatakan bahwa perintisan ke arah peendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajari angka, bentuk, posisi dan warna desain.

6.      Metoda Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidkan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupnnya. Karena itulah Froebel mendikrikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan Taman Kanak – kanak. Metoda pengajaran Kindergasten dari Froebel meliputi kegiatan berikuti :
a.       Bermain dan bernyanyi
b.      Membentuk dengan melakukan kegiatan.
c.       Grift dan Occupation.

7.      Metoda Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.

Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan. Tiga prinsip dasar yang menjadi acuan dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi pembelajaran yaitu pendekatan sistem, berorientasi pada siswa aktif, dan pemanfaatan berbagai sumber belajar.
Salah satu domain dalam teknologi pembelajaran yang sangat berperan dalam menjembatani ketiadaan maupun kekurangan berbagai sarana pendukung  dalam pembelajaran  adalah kawasan pengembangan. Pengembangan adalah salah satu kawasan  (domain) dalam teknologi pembelajaran yang meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi seperti dalam definisi AECT tahun 1994 (Seels and Richey, 1994:9).
Seels and Richey selanjutnya mendefinisikan pengembangan sebagai  berikut “development is the process of translating the design specifications in to physical form,” Pengembangan yang berarti proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Dalam mewujudkan sebuah desain sebuah spesifikasi produk tentu harus melalui tahapan-tahapan yang diawali perancangan, produksi, validasi, dan uji coba produk hingga siap digunakan untuk sarana dalam pembelajaran. Kawasan pengembangan meliputi teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer dan multimedia.
Untuk mengembangkan salah satu spesifikasi produk dalam pembelajaran tentu tidak asal membuat dan memproduksi melainkan didasarkan pada teori-teori belajar dan pembelajaran maupun teori-teori teknologi dan komunikasi. Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya. Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena :
a.       pesan yang didorong oleh isi,
b.      strategi pembelajaran yang didorong oleh teori,
c.       manifestasi fisik dari teknologi perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran ( Seels & Richey, 2000:39).

Dalam metodologi pembelajaran, terdapat dua aspek yang dominan yaitu metode dan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam membelajarkan siswa. Media pembelajaran mempertinggi proses belajar siswa yang akhirnya dapat mempertinggi hasil belajar. Penggunaan media dalam pembelajaran bermanfaat untuk.

        a.      pembelajaran lebih menarik sehingga menumbuhkan motivasi belajar,
       b.      bahan pembelajaran akan lebih bermakna sehingga dapat dipahami siswa,
        c.      metode pembelajaran bervariasi karena komunikasi tidak hanya secara verbal sehingga siswa tidak bosan, dan
       d.      siswa lebih aktif karena tidak hanya mendengar uraian guru, namun melakukan kegiatan lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstraskan, maupun mengerjakan aktivitas lain (Sudjana dan Rivai, 2009:2).
Dengan kata lain salah satu upaya agar pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien, seorang guru harus merancang dan mengembangkan media pembelajaran di dalam kelas. Namun begitu dalam memilih, menyiapkan menggunakan dan mengembangkan media pembelajaran sangat bergantung  pada kemauan dan kemampuan guru, dikarenakan kemampuan dan pengetahuan guru tidak sama dengan guru yang lain.
Gunawan (2008:87) mengungkapkan bahwa idealnya siswa belajar menggunakan lima indera yaitu visual, auditori, kinestetik, olfactori dan gustatori (VAKOG). Tidak semua situasi dan kondisi pembelajaran di dalam kelas memungkinkan untuk menggunakan panca indera tersebut secara bersamaan, namun setidaknya tiga indera yang dominan bisa digunakan dalam pembelajaran yaitu visual, auditori,  dan kinestetik (VAK). Dari penjelasan tersebut, dapat dimaknai bahwa siswa butuh bantuan dalam memahami materi pembelajaran menggunakan media pembelajaran karena keterbatasan jarak, ruang, waktu untuk selalu bisa menghadirkan benda asli sebagai pembelajaran ke dalam kelas. Setidak-tidaknya menggunakan media dalam pembelajaran, tiga indera dapat berfungsi secara bersamaan dalam pembelajaran. Dari pilihan berbagai media yang dijelaskan oleh banyak ahli pembelajaran,  media video (audiovisual) memungkinkan penggunaan tiga indera sekaligus yaitu pengelihatan, pendengaran, dan gerakan/sentuhan. Setelah siswa menyaksikan tayangan dari video, siswa dapat melakukan praktik sehingga ketiga indera tersebut saling mendukung dalam pembelajaran.

Di bidang pendidikan, peran guru untuk mendidik peserta didik menjadi manusia yang selalu mengikuti perkembangan zaman tanpa meniggalkan akar budaya sangat penting dalam menentukan perjalanan generasi bangsa ini. Guru dituntut menjadi pendidik yang bisa menjembatani kepentingan-kepentingan itu. Tentu saja melakukan usaha-usaha yang nyata kemudian bisa diterapkan dalam mendidik siswanya. Kemudian ruang lingkup pengembangan teknologi pembelajaran ini meliputi; teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, dan multimedia.

1.      Teknologi Cetak
Teknologi Cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan seperti buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.       Teks dibaca secara linier
b.      Biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif
c.       Berbentuk visual yang statis
d.      Pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual
e.       Keduanya berpusat pada pembelajar, dan
f.       Informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.



2.      Teknologi Audio-Visual
Teknologi Audio-Visual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemproyeksikan gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang berukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
Pada awal perkembangan teknologi pendidikan. Istilah dan definisi teknologi secara formal berhubungan dengan teknologi pendidikan pada saat itu adalah “pengajaran visual”. Yang dimaksud dengan pengajaran visual adalah kegiatan mengajar dengan menggunakan alat bantu visual yang terdiri dari gambar, model, objek, atau alat-alat yang dipakai untuk menyajikan pengalaman konkret melalui visualisasi kepada siswa.[8] Tujuan penggunaan alat bantu visual adalah memperkenalkan, menyusun, memperkaya, atau memperjelas konsep-konsep yang abstrak, dan mengembangkan sikap yang diinginkan, serta mendorong timbulnya kegiatan siswa lebih lanjut.
Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut; bersifat linier, menampilkan visual yang dinamis, secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang, cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak, dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif, sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar siswa.



3.      Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi Berbasis Komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”. Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat; 1) tutorial, pembelajaran utama diberikan, 2) latihan dan pengulangan untuk membantu pembelajar mengembangkan kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari sebelumnya, 3) permainan dan simulasi untuk memberi kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari, dan 4) sumber data yang memungkinkan pembelajar untuk mengakses sendiri susunan data melalui tata cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara linier
b.      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
c.       Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis.
d.      Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan
e.       Belajar dapat berpusat pada pembelajar dengan tingkat interaktivitas tinggi.

4.      Multimedia
Multimedia atau teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan  beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi multimedia ini, khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas pembelajarn yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
Pembelajaran dengan multimedia atau teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Dapat digunakan secara acak, disamping secara linier
b.      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
c.       Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman peserta didik, relevan dengan kondisi peserta didik, dan di bawah kendali peserta didik.
d.      Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran.
e.       Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
f.       Bahan belajar menunjukkan interaktivitas peserta didik yang tinggi.
g.      Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.

Dapatkan file disini


Share Post:

Yogi Iskandar


Yogi Iskandar

Yogi Iskandar

Sponsor By:

SUBSCRIBER


SUBSCRIBER

Iklan_Foot