- LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak
terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk
melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai
bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan
hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
merdeka, mandiri serta memiliki suatu
prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat
hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan
bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu
rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang
kemudian diberi nama Pancasila.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia
secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga
asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia
sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara
serta ideologi bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideologi yang menguasai
bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan
berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain, tinjauan landasan
sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa
lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis
tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada
periode tertentu di masa yang lampau.
Setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk
maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa
yang lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang
pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan
bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu
sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
- SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Perjalanan sejarah pendidikan di
Indonesia sangat panjang bahkan semenjak jauh sebelum Indonesia merdeka pada
tahun 1945 sampai akhirnya sekarang setelah 69 Indonesia merdeka yang telah
mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang.
Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju,
pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa
lampau (Pidarta, 2007). Begitu juga dengan bidang pendidikan, sejarah
pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk memajukan pendidikan
itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan zaman
pengaruh Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian
dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
- Zaman Pengaruh Hindu
dan Budha (Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad
ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di
Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme,
yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang
Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Bila mengamati sejarah tentang borobudur merupakan
warisan sejarah yang dapat digunakan sebagai perbandingan perkembangan
pendidikan pada masa itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha
terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123 meter serta terdiri dari 1.460
relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4
abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan
tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa
dikatakan Indonesia menjadi negara number
one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang
jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya.
Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang, tidak seperti
sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV,
radio, HP, Tablet, komputer (laptop),
dan internet.
b. Zaman Pengaruh Islam
(Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan
Gujarat ke Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat
bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling
mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat
jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya
mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat
biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang
Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah. Bentuk itulah
sebenarnya awal terbentuknya pembelajaran klasikal maupun individual di
Indonesia.
1)
Langgar : Merupakan tempat
pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis
huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara Individual, artinya seorang
guru mengajar seorang anak.
2)
Pendidikan di pesantren : Tempat
pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren.
Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
3)
Pendidikan Madrasah : Pada
madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang
(gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan
umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar
dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah :
Tingkat TK : Bustanul
Tingkat SD : Ibtidaiyah
Tingkat SMP : Tsanawiyah
Tingkat SMA : Aliyah
- Zaman Pengaruh
Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai
perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju
dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang
menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di
samping mencari kejayaan (glorious)
dan kekayaan (gold), bangsa Portugis
datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang
mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur
Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah
akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh
Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan,
mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku,
sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah
Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola
(1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih
besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan
pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama
di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat
yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang
Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan
di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang
disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia
Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan
terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.
Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
- Zaman Kolonial
Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan
bangsa Spanyol dan Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak
hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum.
Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku).
Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu
mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan
di Ambon dan Jakarta (rizal, 2008).
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia
digambarkan sebagai berikut:
1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan
pengantar bahasa Belanda untuk anak Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah
dengan pengantar bahasa daerah, dan sekolah peralihan.
2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum
dan pendidikan kejuruan.
Menurut Nasution (1993) ada enam
prinsip politik pendidikan kolonial Belanda di Indonesia, yaitu: Pertama, dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak belanda dan untuk anak
pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang tidak berada. Kedua, gradualisme yang ekstrim dengan mengusahakan pendidikan rendah yang
sederhana mungkin bagi anak Indonesia. Ketiga, prinsip konkordansi
yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah di
Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan keadaan di Indonesia. Keempat, kontrol sentral yang ketat. Kelima, tidak adanya perencanaan pendidikan sistematis. Keenam, pedidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi
secara vormal, sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi
didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan.
Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan
dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di
Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama
penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal,
2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan
yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan
yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa
golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai
pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati, 2008).
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui
pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi
perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat
dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008). Setelah itu
tokoh-tokoh pendidik mulai muncul tokoh yang berjuang di bidang pendidikan,
antara lain :
1) Mohammad
Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse School) di
Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan membina
anak-anak ke arah hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup
mandiri. Model sekolahnya sendiri berupa asrama.
2) Ki Hajar
Dewantara yang merupakan pendiri
Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal
adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya kurang lebih adalah yang di
depan memberi contoh, yang ditengah membangun keinginan dan bekerja sama dan yang dibelakang memberikan daya semangat dan
dorongan.
3) Kyai
Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri
organisasi Islam bernama Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan
Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia
baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama intelek” yaitu seorang muslim yang
memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat jasmani dan rohani.
- Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang
tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang
menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang
menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka (Rohmawati, 2008). Meskipun
demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di
bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah
Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang.
Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang
untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam
pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi
Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia
menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia
(rohmawati, 2008).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan
Jepang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun
termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3
atau 5 tahun bagi pribumi pada masa Belanda.
2) Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi)
juga dengan lama studi 3 tahun
3) Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
·
Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
·
Sekolah Guru Menengah 4 tahun =
Guutoo Sihan Gakko
·
Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
- Zaman Kemerdekaan
(Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia
tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang
ingin kembali menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang
pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena
konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang
sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu
undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang
telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam
pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan bahkan banyak
pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan
para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
- Zaman ‘Orde Lama’
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk
mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di
berbagai bidang, baik spiritual maupun material (Rohmawati: 2008). Setelah diadakan
konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan
Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan
harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung
jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk
tiap-tiap penduduk negara (Rahmawati; 2008).
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan
yang diharapkan dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat
menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara
spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan
merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol
yaitu :
- Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari
Sabang sampai Merauke
- Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
- Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan
abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
- Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun
1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata
pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Di samping itu,
dikembangkan kebijakan link and match
di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi
operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar
(Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk
mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah
sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini
masih memiliki beberapa kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu (1)
kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan
akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak
menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari
kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara
wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian
keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran
beragama dan kebangsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan
bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta,
2008: 141).
- Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat
leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat
kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak
ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk
berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.: 143). Begitu Orde Baru jatuh
pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya lebih
banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk,
pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin.
Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam
bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang
Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan
meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan,
misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP
(Kurikulum Satuan Pendidikan).
Sekarang sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20 Th.2003, Bab VI. Secara undang-undang pemerintah telah berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada pergantian pimpinan selalu berupaya untuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran, penyempurnaan terarah pada pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
Referenci
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan
pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Pidarta, Made. 2007.Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
http:///D:/landasan
kependidikan dan prob/AS’TON BLOGGER Landasan Historis.Pendidikan.htm
http:///D:/landasan kependidikan dan prob/Landasan
Historis Pendidikan_Nyimas Inda.Kusumawati_Komunitas Blogger Unsri.htm
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/landasan-historis-pendidikan-indonesia.html
http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/