Oleh, Yofi Silvianingsih
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem pemanufakturan tradisional mengatur
skedul produksi berdasarkan pada peramalan kebutuhan dimasa yang akan datang.
Padahal tidak seorang pun yang dapat memprediksi masa yang akan datang dengan
pasti walaupun dia memiliki pemahaman yang sempurna tentang masa lalu dan
memiliki insting yang tajam terhadap kecendrungan yang terjadi dipasar.
Produksi berdasarkan prediksi terhadap
masa yang akan dating dalam sistem tradisonal memiliki resiko kerugian yang
lebih besar karena over produksi dari pada produksi berdasarkan permintaan yang
sesungguhnya Oleh karena itu munculah
ide Just In Time yang memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi
hanya akan memproduksi apa bila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya
pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan
kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan
perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In Time adalah untuk
meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha
pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Salah satu fungsi manajerial yang sangat
penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory
control), karena kebijakan
persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancer
disatu sisi dan pelayanan kepada pelanggan disisi lain. Pengaturan persediaan
ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (operation, marketing da finance).
Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara
fungsi bisnis tersebut. Finance menghendaki tingkat persediaan yang rendah,
sedangkan marketing dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar
kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.
Berkaitan dengan kondisi diatas, maka perlu
ada pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi,
sehingga kebutuhan proses produksi mau pun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi.
Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu
mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan dalam
spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat
terjamin (tidak terganggu).
Usaha untuk mencapai tujuan tersebut
tidak terlepas dari prinsip ekonomi yaitu jangan sampai biaya yang dikeluarkan
terlalu tinggi. Baik persediaan yang terlalu banyak, maupun terlalu sedikit
akan minimbulkan membengkaknya biaya persediaan.
Jika persediaan terlalu banyak, maka
akan timbul biaya yang disebut carrying cost, yaitu biaya yang terjadi
karena perusahaan memiliki persediaan yang banyak, seperti : biaya yang
tertanam dalam persediaan, biaya modal (termasuk biaya kesempatan pendapatan
atas dana yang tertanam dalam persediaan), sewa gudang, biaya administrasi
pergudangan, gaji pegawai pergudangan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan persediaan,
biaya kerusakan/kehilangan.
Begitu juga apabila persediaan terlalu sedikit
akan menimbulkan biaya akibat kekurangan persediaan yang biasa disebut stock
out cost seperti : mahalnya
harga karena membeli dalam partai kecil, terganggunya proses produksi, tidak
tersedianya produk jadi untuk pelanggan. Jika tidak memiliki persediaan produk
jadi terdapat 3 kemungkinan yaitu :
1.
Konsumen
menangguhkan pembelian (jika kebutuhannya tidak mendesak). Hal ini akan
mengakibatkan tertundanya kesempatan memperoleh keuntungan.
2.
Konsumen
membeli dari pesaing dan kembali ke perusahaan (jika kebutuhan mendesak dan
masih setia). Hal ini akan menimbulkan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan
selama persediaan tidak ada.
3.
Yang
terparah jika pelanggan membeli dari pesaing dan terus pindah menjadi pelanggan
pesaing, artinya kita kehilangan konsumen.
Selain biaya
diatas dikenal juga biaya pemesanan (ordering cost) yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan sejak penempatan pesanan sampai tersedianya bahan/barang digudang.
Biaya tersebut antara lain : biaya telepon, biaya surat menyurat, biaya
adminisrasi dan penempatan pesanan, biaya pemilihan pemasok, biaya pengangkutan
dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan bahan/barang.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan
apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka kami menarik suatu perumusan
masalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana
perlakuan manajemen persediaan dari sudut pandang tradisional?
b.
Bagaimana
perlakuan manajemen persediaan terhadap just in time?
C.
Tujuan penulisan
Untuk
mengetahui perlakuan manajemen persediaan terhadap metode tradisional dan just
in time serta teori yang membatasi perlakuan manajemen terhadap persedian itu
sendiri.
D.
Sistematika penulisan
Penulisan
makalah ini terbagi dalam empat bab. Pembagian penulisan dalam makalah ini
untuk memudahkan penulis dalam menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan
yang ada. Dan sistematika penulisan makalah ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
BAB
I Pendahuluan
Dalam bab ini
secara garis besar memuat hal-hal yang bersangkutan dengan manajemen persediaan
BAB II Kajian
Terori
Dalam bab ini
akan menjelaskan tentang manajemen persediaan terhadap sudut pandang tradisional
dan just in time serta teori-teori batasan dalam manajemen persediaan
BAB III
Penyajian Data dan Pemecahan Masalah
Dalam bab ini
akan disajikan data-data manajemen persediaan dalam perhitungan menurut
tradisional serta kendala-kendala yang terjadi pada
manajemen persediaan tersebut dan membahas pemecahan masalah kendala
yang terjadi tersebut.
BAB IV Penutup
Dalam bab ini memuat
tentang pokok-pokok hasil pembahasan dari bab II dan III. Uraian kesimpulan
akan menjadi jawaban atas masalah yang sudah dirumuskan
BAB
II KAJIAN TEORI
A.
PENGENDALIAN PERSEDIAAN
Pengendalian persediaan
merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh
perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya hambatan-hambatan
pada proses produksi. Kekurangan persediaan
barang jadi dipasaran akan menimbulkan kekecewaan pada
pelanggan dan akan mengakibatkan perusahaan kehilangan mereka, sedangkan
kelebihan persediaan akan menimbulkan biaya ekstra (biaya penyimpanan dan
lain-lain), disamping resiko kerusakan karena penyimpanan barang yang terlalu
lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian persediaan yang efektif
sangat diperlukan oleh suatu perusahaan.
Oleh karena itu
pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan
sangat erat yaitu :
a.
Perencanaan
persediaan : aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang
akan disediakan atau diproduksi dan sumber terbaik pengadaan barang-barang.
b.
Pengawasan
persediaan : aspek pengawasan yaitu :
1.
Bila
mana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.
2.
Berapa
banyak pesanan atau produksi tersebut.
Fungsi pengendalian
persediaan ditentukan oleh berbagai kondisi yaitu :
a.
Bila
jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu persediaan
bahan baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama jangka waktu pengiriman.
Atau pada perusahaan dagang, persediaan barang dagangan
harus cukup untuk melayani permintaan langganan selama jangka waktu
pengiriman barang dari penyedia atau produsen.
b.
Sering
kali jumlah yang dibeli atau diproduksi
lebih besar dari pada yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan
karena membeli dan memproduksi dalam jumlah yang besar pada umumnya lebih
ekonomis. Karena sebagian barang-bahan yang belum digunakan disimpan sebagai
persediaan.
c.
Apabila
permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi setiap saat
adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan tersebut dengan
membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti fluktuasi permintaan.
Tingkat produksi yang konstan umumnya lebih disukai karena biaya-biaya
untuk mencari dan melatih tenaga kerja baru, upah lembur dan sebagainya (bila tingkat
produksi berfluktuasi) akan lebih besar dari pada biaya penyimpanan barang digudang (bila
tingkat persediaan berfluktuasi).
d.
Selain
untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila
biaya untuk mencari barang-bahan pengganti atau biaya kehabisan barang-bahan
(stock out cost) relatif
besar.
B.
TUJUAN PERSEDIAAN
1.
Menghilangkan
pengaruh ketidakpastian (mis : safety stock)
2.
Memberi waktu luang untuk pengelolaan
produksi dan pembelian.
3.
Untuk
mengantisipasi perubahan pada permintaan dan penawaran.
4.
Menghilangkan/mengurangi
risiko keterlambatan pengiriman bahan.
5.
Menyesuaikan
dengan jadwal produksi.
6.
Menghilangkan/mengurangi resiko kenaikan harga.
7.
Menjaga
persediaan bahan yang dihasilkan secara musiman.
8.
Mengantisipasi
permintaan yang dapat diramalkan.
9.
Mendapatkan
keuntungan dari quantity discount
10. Komitmen terhadap pelanggan.
C.
HAL-HAL YANG DIPERTIMBANGKAN
Struktur biaya persediaan.
a.
Biaya
per unit (item cost)
b.
Biaya penyiapan pemesanan (ordering cost)
·
Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing
order)
·
Biaya pengiriman pemesanan
·
Biaya
transportasi
·
Biaya
penerimaan (Receiving cost)
·
Jika
diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost): surat menyurat dan biaya untuk
menyiapkan perlengkapan dan peralatan.
c.
Biaya
pengelolaan persediaan (Carrying cost)
·
Biaya
yang dinyatakan dan dihitung
sebesar peluang yang hilang apabila nilai persediaan digunakan
untuk investasi Cost of capital)
·
Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi dan pajak
(Cost of storage). Biaya
ini berubah sesuai dengan nilai persediaan.
d.
Biaya
resiko kerusakan dan kehilangan (Cost of obsolescence,
deterioration and loss)
e.
Biaya akibat kehabisan persediaan (Stockout
cost)
D.
METODA MANAJEMEN PERSEDIAAN
A.
METODA EOQ (ECONOMIC
ORDER QUANTITY)
B.
METODA JIT (JUST
IN TIME)
E.
PERSEDIAAN DARI SUDUT PANDAN TRADISIONAL (EOQ)
Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem
tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi dari pada
produksi berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu
munculah ide Just In Time yang memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses
produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapatdihilangkan
dalam skala besar yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang
lebihrendah. !edua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kooperatif. Tujuan
utama Just InTime adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan
perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan
kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
EOQ merupakan
contoh dari system persediaan yang didorong (push inventory system) perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang –
bukan reaksi terhadap permintaan saat ini.
ASUMSI
1.
Kecepatan
permintaan tetap dan terus menerus.
2.
Waktu
antara pemesanan sampai dengan pesanan dating (lead time) harus tetap.
3.
Tidak pernah
ada kejadian persediaan habis atau stock out.
4.
Material dipesan dalam paket atau lot dan
pesanan dating pada waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket.
5.
Harga
per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian dalam jumlah
volume yang besar.
6.
Besar
carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah
persediaan.
7.
Besar
ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot
yang dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.
8.
Item
adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan produk lain.
1.
Biaya Persediaan =
Biaya pemesanan/Persiapan+Biaya penyimpanan
TC=PD+CQ/2 ….. (1)
Dimana :
P : Biaya penempatan dan penerimaan
pesanan/biaya persiapan pelaksanaan produksi
D : Jumlah permintaan tahunan yang
diketahui
Q : Jumlah unit yang dipesan setiap kali
pesanan dilakukan
C : Biaya penyimpanan satu unit persediaan selama satu tahun
Titik
Pemesanan Kembali (Reorder Point/ROP)
Titik
dimana suatu pesanan baru harus dilakukan (persiapan dimulai)
Fungsi
dari EOQ, tenggang waktu dan tingkat dimana persediaan hampir habis
Tenggang
waktu/Lead Time : waktu yang dibutuhkan untuk menerima kuantitas pesanan
ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persiapan dimulai
ROP=Tingkat
Penggunaan x Tenggang Waktu
Missal
: contoh di atas. Produsen gunakan 50 komponen/hari dengan tenggang waktu 4
hari
ROP=50x4=200
unit
Saat
persediaan 200 unit sudah harus pesan lagi.
Ketidakpastian
Permintaan dan Titik Pemesanan Kembali
Jika permintaan atas komponen atau produk tidak diketahui dengan pasti,
maka ada kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan. Sebagai contoh : jika
komponen lemari es digunakan pada tingkat 60 komponen perhari dan bukan 50,
maka sesuai perhitungan ROP diatas sebesar 200 komponen akan habis dalam
waku 3 1/3 hari dan aktivitas reparasi yang membutuhkan komponin ini akan
menganggur 2/3 hari.
Guna
menghindari hal ini, organisasi sering menyimpan persediaan pengaman (safety
stock) persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi
permintaan.
Kebaikan
EOQ :
·
Persediaan
tradisional baik bagi beberapa kasus seperti persediaan obat yang penting untuk
mengatasi serangan jantung
·
Menyeimbangkan biaya persiapan biaya persiapan dan penyimpanan yangmemaksimumkan
laba atau meminimumkan biaya
·
Saat
biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah
besar Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian
F.
PERSEDIAAN MENURUT METODE JUST IN TIME (JIT)
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana
segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia dan
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat
produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep
arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi
bekerja sama dengan komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan
Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi
pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
Metode produksi Just In time mensyaratkan tidak adanya persediaan bahan
baku karena bahan baku dan suku cadang dijadwalkan untuk sampai ke pabrik dari
pemasok hanya pada saat dibutuhkan saja.
Persediaan Just
In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen
dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia dan
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat
produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep
arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi
bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam
lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang
berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu
produksi.
Perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan : bahan baku, barang
dalam proses dan barang jadi. Persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai
penyangga sehingga kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendati pun
para pemasok terlambat melakukan pengiriman atau bila mana sebuah departemen tidak
mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal lainnya.
Persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan perusahaan
tetap dapat berjalan mulus kendatipun para pemasok terlambat melakukan
pengiriman atau bilamana sebuah departemen tidak mampu beroperasi selama
beberapawaktu karena sesuatu atau hal lainnya. Namun penyimpanan persediaan itu
sudah barang tent memakan biaya besar.
Sistem Just In Time merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan
persedian. Perusahaan yang mengadopsi system Just In Time ke proses produksinya
mestilah merancang kembali fasilitas pabrikasinya dan kejadian yang memicu
proses.
JIT merupakan pendekatan yang meminimalkan total biaya penyimpanan dan
biaya persiapan yang sangat berbeda dari trandisional. Dalam JIT, tidak
menerima biaya persiapan (atau biaya pemesanan) malah JIT mencoba menekan
hingga nol sehingga biaya yang tersisa untuk dikurangi adalah biaya
penyimpanan yang dicapai dengan mengurangi persediaan sampai tingkat yang
sangat rendah.
Biaya Pemesanan
dikurangi dengan cara :
1. Kontrak Jangka
Panjang dengan Pemasok
2. Pengisian kembali yang berkesinambungan
(continuous replenishment)
Pembuat barang
mengambil alih fungsi manajemen persediaan pengecer dengan memberitahu pengecer
kapan dan berapa banyak persediaan yang harus dipesan kembali dan pengecer
meninjau usul ini.
Contoh : yang
dijalankan Wal-Mart dan Proctec & Gamble
3. Pertukaran Data
Elektronik (Electronic data interchange)
suatu bentuk awal dari perdagangan elektronik yang intinya : suatu metode
terotomatisasi dari pengiriman informasi dari computer ke computer
EDI memungkinkan
para pemasok mengakses database para pembeli, sehingga memungkinkan pemasok tahu kapan pembeli butuh pesanan barang
- karena ada tukeran barang
4. JIT - Kemitraan
JIT ke tingkat yang lebih tinggi dengan menempatkan wakil pemasok
yang bekerja di lapangan (secara penuh), difasilitasi
pelanggan tetapi dibayar oleh pemasok menghadiri pertemuan perencanaan
produksi, memiliki otoritas untuk membuat pesanan atas nama pelanggan.
Contoh : JIT II yang dijalankan oleh IMB, Intel, AT&T dll
KETERBATAN JIT
1. Sering timbul
masalah dengan pemasok, meski ada kontrak jangka panjang
2. Pandangan
negative dari karyawan yang merasa diperas tenaganya
3. Jika tidak dijalankan dengan baik ada resiko kehilangan penjualan
yang bisa jadi meruakan penjualan yang hilang selamanya
Rumusan
JIT yang digunakan adalah :
Sumber
: Hendra Kusuma : 2004
Dimana
: XI : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu.
I
: Laba sebelum pajak penghasilan
X1=(I+F1+X2V2) /
(P-V1)
F1
: Total biaya tetap
X2
: Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2
: Biaya variable berbasis nonunit
P
: Harga jual perunit
V1
: Biaya variable perunit
G.
TEORI-TEORI BATASAN DALAM MANAJEMEN PERSEDIAAN
Secara umum
dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua pengeluaran dan
kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem
persediaan terdiri dari : (Nasution,2008:121)
·
Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya
pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya
pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan
barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli
tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini biasa disebut sebagai quantity
discount atau price break dimana harga barang per unit akan
turun bila jumlah barang yang dibeli banyak.
Dalam kebanyakan
teori persediaan komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit
dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian
untuk periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun) konstan dan hal ini
tidak akan mempengaruhi berapa banyak barang yang harus dipesan.
·
Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan
dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang yaitu :
a. Biaya pemesanan
(ordering cost)
Biaya
pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang
dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier),
pengetikan pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. biaya
ini diasumsikan konstan untuk sekali pesan.
b. Biaya pembuatan
(setup cost)
Biaya
pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbu dalam mempersiapkan produksi
suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya
menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja
dan seterusnya.
·
Biaya penyimpanan (Holding Cost)
Biaya penyimpanan adalah semua
pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi :
a.
Biaya
modal
Penumpukan
barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan memiliki
ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu bunga bank. Oleh karena itu
biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam
suatu biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai
persentasenilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
b. Biaya gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya
gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan
biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang
merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya
kerusakan dan Penyusutan
Barang yang
disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang
atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya
diukur dari pengalaman sesuai persentasenya.
d. Biaya kadaluarsa
(absolence)
Barang yang
disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi
dan model sepeti barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya
diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
c. Biaya asuransi
Barang yang
disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal yang tak diinginkan seperti
kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan
dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
e. Biaya administrasi
dan Pemindahan
Biaya ini
dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan
barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruhdan
biaya peralatan handling.
·
Biaya kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
Bila
perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan maka akan terjadi keadaan
kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses
produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau
kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehiggan beralih ke tempat lain. Biaya
kekurangan persediaan dapat diukur dari :
a.
Kuantitas
tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur
dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari
kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan
sebagai biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.
b. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya
perusahan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat
diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan
waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang.
c. Biaya Pengadaan
darurat
Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya
menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya
dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya
kekurangan persediaan.
BAB I6
PENUTUP
KESIMPULAN
EOQ merupakan contoh dari system
persediaan yang didorong (push inventory system) perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang bukan
reaksi terhadap permintaan saat ini.
Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam system
tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi dari pada
produksi berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu
munculah ide Just In Time yang memproduksi apabila ada permintaan.
Tujuan utama JIT adalah untuk
meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha
pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Persediaan JIT adalah untuk sistem
persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat
waktu. Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang
yangmembuat unit rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau
menjadi bahansisa.
Teori dalam batasan pada manajemen
persediaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya
system persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai
akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan terdiri dari (Nasution, 2008:
121)
·
Biaya
Pembelian (Purchasing Cost)
·
Biaya Pengadaan (rocurement Cost)
·
Biaya penyimpanan (Holding Cost)
·
Biaya kekurangan Persediaan (Shortage Cost)