Iklan_1

Education & Financial Konsulting

Education & Financial Konsulting
Education & Financial Konsulting

Agrobisnis & Pariwisata

Agrobisnis & Pariwisata
Agrobisnis & Pariwisata

Digital & Network Development

Digital & Network Development
Digital & Network Development
RUANG DI ANTARA KITA

Yogi Iskandar

11/15/2024

Matahari sore bersinar lembut di balik jendela ruang kerja Raka, menyisakan hangat yang seolah bertentangan dengan perasaan di hatinya. Di l...

RUANG DI ANTARA KITA

Matahari sore bersinar lembut di balik jendela ruang kerja Raka, menyisakan hangat yang seolah bertentangan dengan perasaan di hatinya. Di layar ponsel, nama Nafisah muncul. Ada pesan sederhana, namun cukup untuk membuat pikirannya berkelana.

"Temenmu kah, Kak? Tetiba ngefollow, tau namaku dari kamu kah?"

Nafisah, wanita dengan senyum yang selalu tampak tenang namun menyimpan kedalaman cerita yang tak pernah sepenuhnya terucap. Mereka bertemu di sebuah acara kampus, saat Raka diminta menjadi pemateri di tempat Nafisah bekerja. Awalnya, pertemuan itu terasa biasa saja, tapi siapa sangka, obrolan singkat mereka menjadi awal dari sebuah hubungan yang lebih dari sekadar formalitas pekerjaan.

Namun, hubungan mereka tak pernah mudah. Nafisah masih menyimpan luka, kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Raka tahu, langkahnya mendekati Nafisah harus hati-hati, seperti berjalan di atas kaca rapuh. Ia tidak ingin mendesak, namun juga tak mampu sepenuhnya menjauh.

Di suatu hari, Raka memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Ia tahu risikonya, tahu Nafisah mungkin belum siap. Dan benar saja, jawaban Nafisah datang dengan lembut namun tegas, "Aku belum siap. Aku masih butuh waktu."

Sejak saat itu, komunikasi mereka berubah menjadi sesuatu yang lebih hati-hati. Raka berusaha hadir, mendukung dari jauh, tapi rasa itu tetap ada, menunggu kapan akan mendapat tempatnya. Di sela kesibukan kerja, ia mencoba menciptakan jarak, berharap waktu bisa menjadi penyembuh.

Puncaknya, ketika Raka harus pergi ke Bali untuk urusan pekerjaan. Ia memutuskan memberi tahu Nafisah dengan alasan yang sederhana, namun cukup untuk menandai bahwa komunikasi mereka mungkin akan berkurang selama beberapa hari. "Mungkin ini waktunya untuk kita sama-sama fokus pada aktivitas masing-masing."

Di sisi lain, Nafisah tak pernah benar-benar menjauh. Meski jarang memulai, responsnya selalu cepat. Tapi bagi Raka, percakapan mereka lebih terasa seperti ombak kecil yang berulang di pantai, monoton dan searah. Ia merasa kehadirannya tak begitu berarti bagi Nafisah, meski ia sendiri masih berharap sebaliknya.

Hingga suatu malam, setelah berhari-hari tanpa komunikasi, Raka memutuskan untuk berhenti mencoba. "Mungkin ini saatnya aku menutup perasaan ini," pikirnya. Ia ingin segalanya terasa lebih natural, tanpa ekspektasi yang melelahkan.

Namun di ujung malam itu, bayangan Nafisah masih hadir di pikirannya. Bukan soal penolakan, bukan soal peluang kecil, melainkan tentang bagaimana Nafisah selalu memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan kehadiran, meski tanpa banyak kata.

Barangkali, ruang di antara mereka memang diciptakan untuk mengajarkan sesuatu—tentang kesabaran, tentang menghargai waktu, dan tentang cinta yang tidak selalu harus memiliki bentuk yang jelas.

Di suatu tempat di hatinya, Raka tahu. Jika memang mereka ditakdirkan bersama, waktu akan menemukan jalannya. Tapi untuk saat ini, ia hanya ingin menjaga jarak itu tetap ada, memberi ruang yang cukup untuk mereka berdua berpikir, merasa, dan menyembuhkan.

Dan malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, Raka tersenyum kecil sambil menatap layar ponselnya yang diam. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi esok, tapi ia tahu, kisah mereka belum selesai.


Share Post:

Yogi Iskandar


Yogi Iskandar

Yogi Iskandar

Sponsor By:

SUBSCRIBER


SUBSCRIBER

Iklan_Foot