Oleh, Wiwin Yulia
Prodi :
PGSD
Semester :
V (lima)
Mata Kuliah : Teknologi Pembelajaran
Dalam teknologi
pembelajaran memiliki lima kawasan yaitu desain pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian. Adapun fungsi dari kawasan itu sendiri
menurut Carrier dan Sales tahun 1978, Khenzek, Rachlin, dan Schannel tahun
1988, Kozma dan Bangert Downs tahun 1987 taksonomi atau klasifikasi sering
digunakan untuk menyederhanakan hubungan-hubungan yang timbul dari teori dan
praktek. Taksonomi merupakan klasifikasi yang berlandaskan pada hubungan. Daya
karya klasik Taksonomi Tujuan Pendidikan : Ranah Kognitif, Benjamin Bloom
membedakan taksonomi dengan skema klasifikasi yang lebih sederhana. Menurut Bloom,
taksonomi :
1. Tidak boleh
mengandung unsur-unsur yang arbritrer.
2.
Harus sesuai dengan fenomena riil
yang menjadi ungkapan istilah tersebut.
3.
Harus teruji secara kongsisten
dengan pandangan-pandangan teoritis dari bidang.
Menurut Bloom tahun 1956 tujuan utama
dalam membuat suatu taksonomi adalah untuk mempermudah komunikasi. Tujuan utama
dalam menciptakan taksonomi apapun ialah untuk pemulihan lambang-lambang yang
sesuai, mendefinisikannya yang tepat dan dapat digunakan serta
mendapatkan consensus dari kelompok yang akan menggunakannya.
Fleishman dan Quaintance (1984) merangkum beberapa
keuntungan potensial dari pengembangan suatu taksonomi tentang kinerja manusia,
antara lain :
1.
Membantu dalam melakukan review
pustaka
2.
Membuka peluang untuk tugas-tugas
baru
3.
Memaparkan jurang pemisah dalam
pengetahuan dengan mengutarakan kategori dan sub-kategori pengetahuan, dan
meningkatkan diskusi teoritikal atau penilaian
4.
Untuk membantu pengembangan teori
dengan jalan mengevaluasi seberapa jauh keberhasilan teori mengorganisasikan
data observasi sebagai hasil penelitian dalam bidang Teknologi Pembelajaran.
Roland L. Jacobs (1988) mengusulkan
adanya suatu kawasan teknologi kinerja manusia terdapat tiga fungsi, yaitu :
fungsi pengelolaan, fungsi pengembangan system kinerja, dan komponen sitem
kinerja manusia yang merupakan dasar konseptual untuk melakukan fungsi yang
lain. Subkomponen pengembangan adalah langkah-langkah dalam proses
pengembangan. Sedangkan subkomponen dari system perilaku manusia adalah
konsep-konsep mengenai organisasi, motivasi, perilaku, kinerja, serta umpan
balik.
Adapun deskripsi dari lima kawasan
teknologi pembelajaran adalah sebagai berikut
A. Kawasan desain
Desain adalah proses untuk
menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan
produk pada tingkat makro. seperti program dan kurikulum, dan pada
tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul. Definisi ini sesuai dengan definisi
desain sekarang yang mengacu pada penentuan spesifikasi (Ellington dan Harris,
1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986).
Kawasan desain paling tidak meliputi
empat cakupan utama dari teori dan praktek. Cakupan ini dapat diidentifikasi
karena masuk dalam lingkup pengembangan penelitian dan teori. Kawasan desain
meliputi:
1.
Desain Sistem Pembelajaran.
Desain Sistem Pembelajaran (DSI)
adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan,
perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaianan pembelajaran. Kata
“desain” mempunyaipengertian tingkat makro maupun mikro karena merujuk
padapendekatan sistem maupun langkah-langkah dalam pendekatan sistem. Setiap
langkah dalam proses mempunyai landasan teori dan praktek sendiri seperti
halnya pada semua proses DSI. Dalam istilah yang sederhana, penganalisaan
adalah proses perumusan apa yang akan dipelajari. Perancangan adalah proses
penjabaran bagaimana caranya hal tersebut akan dipelajari. Pengembangan adalah
proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pembelajaran. Pelaksanaan
adalah pemanfaatan bahan dan strategi yang bersangkutan, dan penilaian adalah
proses penentuan ketepatan pembelajaran. DSI biasanya merupakan suatu prosedur
linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Karakteristik
dari proses ini yalah bahwa semua langkah harus tuntas agar dapat berfungsi
sebagai alat untuk saling mengontrol. Dalam DSI, proses sama pentingnya dengan
produk sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
2.
Desain Pesan.
Desain pesan meliputi “perencanaan
untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan” (Grabowski, 1991 : 206). Hal tersebut
mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi dan daya serap yang mengatur
penjabaran bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan
penerima. Fleming and Levie (1993) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau
simbol yang memodifikasi perilaku kognitif. afektif dan psikomotor. Desain
pesan berurusan dengan tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti
bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Karakteristik lain
dari desain pesan ialah bahwa desain harus bersifat spesifik baik terhadap
medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip
desain pesan akan berbeda tergantung pada apakah medianya bersifat statis,
dinamis atau kombinasi dari keduanya (misalnva, suatu potret, film, atau grafik
komputer). Juga apakah tugas tersebut meliputi pembentukan konsep atau sikap,
pengembangan keterampilan atau strategi belajar, atau hafalan (Fleming, 1987;
Fleming dan Levie, 1993).
3.
Strategi Pembelajaran.
Strategi Pembelajaran adalah
spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan
pembelajaran dalam suatu pelajaran. Penelitian dalam Strategi Pembelajaran
telah memberikan kontribusi terhadap pengetahuan tentang komponen pembelajaran.
Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai
prinsip pembelajaran. Secara khas, strategi pembelajaran berinteraksi dengan
situasi belajar. Situasi-situasi belajar ini sering dinyatakan dalam
model-model pembelajaran. Model pembelajaran maupun strategi pembelajaran yang
diperlukan untuk mengaplikasikannya berbeda-beda tergantung pada situasi
belajar, sifat materi dan jenis belajar yang diinginkan (Joyce dan Weil, 1972;
Merrill, Tennyson, dan Posey, 1992; Reigeluth, 1978a). Teori tentang strategi
pembelajaran meliputi situasi belajar, seperti belajar induktif, serta komponen
dari proses belajar/mengajar, seperti motivasi dan elaborasi (Reigeluth, 1978b).
4. Karakteristik
Pebelajar.
Karakteristik pebelajar
adalahzgi-segi latar belakang pengalaman pebelajar yang berpengaruh terhadap
efektivitas proses belajarnya. Penelitian mengenai karakteristik
pebelajar sering tumpang tindih dengan penelitian strategi belajar, akan tetapi
hal itu dilakukan dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk menjelaskan segi-segi
latar belakang pebelajar yang perlu diperhitungkan dalam desain.
Penelitian mengenai motivasi merupakan suatu contoh tumpang tindih tersebut. Lingkup
strategi pembelajaran menggunakan penelitian tentang motivasi untuk menentukan
desain komponen pembelajaran. Lingkup karakteristik pebelajar
menggunakan penelitian tentang motivasi untuk mengidentifikasi
variabel-variabel yang harus diperhitungkan dan untuk menentukan bagaimana
caranya hal-hal tersebut harus diperhitungkan. Oleh sebab itu, karakteristik
pebelajar mempengaruhi komponen pembelajaran yang diteliti dalam ruang lingkup
strategi pembelajaran. Hal tersebut berinteraksi bukan saja dengan strategi tetapi
juga dengan situasi atau konteks dan isi (Bloom, 1976; Richey, 1992).
Adapun
Kecenderungan dan Permasalahan kawasan desain berpusat
pada penggunaan desain system pembelajaran yang tradisional, aplikasi teori
belajar dalam desain, dan pengaruh teknologi baru pada proses penyusunan
desain. Satu masalah yang sangat penting ialah perlunya ada teori yang
menghubungkan klasifikasi belajar dengan pemilihan media. Setiap langkah dalam
proses desain system pembelajaran dari analisis tugas sampai pada penilaian, kecuali
pemilihan media mempunyai dasar landasan teori klasifikasi belajar dan prosedur
untuk melaksanakannya.
B. Kawasan
pengembangan
Pengembangan adalah proses
penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan
mencakup banyak variasi teknologi yang
digunakan dalam pembelajaran. Di dalam kawasan pengembangan
terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong
baik desain pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan
pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya pesan yang didorong oleh isi,
strategi pembelajaran yang di dorong oleh teori, dan manifestasi ilsik dari
teknologi perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Kawasan pengembangan dapat
diorganisasikan dalam empat kategori yaitu sebagai berikut :
1.
Teknologi Cetak.
Teknologi cetak adalah cara untuk
memproduksi atau menyampaikan bahan. seperti buku-buku dan bahan-bahan visual
yang statis. Terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis.
Subkategori ini mencakup representasi dan produksi teks, grafis. dan
fotografis.
Dua komponen teknologi ini adalah
bahan teks verbal dan bahan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran
tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca,
pengolahan informasi oleh manusia, dan teori belajar. Bahan pembelajaran yang
tertua dan masih lazim, terdapat dalam bentuk buku teks dimana impresi sensoris
menggambarkan realita melalui ungkapan wahana linguistik dan bahan visual
cetak. Teknologi cetak yang lain seperti pembelajaran terprogram, dikembangkan
berdasarkan ketentuan teoritis dan strategi pembelajaran yang lain. Secara
khusus teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik seperti berikut:
· teks dibaca
secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang;
· keduanya
biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif (hanya
menerima);
· keduanya
berbentuk visual yang starts;
· pengembangannya
sangat tergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual;
· keduanya
berpusat pada Pebelajar; dan
· informasi dapat
diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
2. Teknologi
Audiovisual.
Teknologi audiovisual merupakan cara
memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan
elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran
audiovisual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di
dalam proses pengajaran. Peralatan audiovisual memungkinkan pemroyeksian gambar
hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang berukuran besar. Teknologi
audiovisual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut:
-
Bersifal linier
-
Menampilkan visual yang dinamis
-
Secara khas digunakan menurut cara
yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang
-
Cenderung merupakan bentuk
representasi fisik dari gagasan yang nil dan abstrak
-
Dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif
-
Sering berpusat pada guru, kurang
memperhatikan interak-tivitas belajar Pebelajar.
3. Teknologi
berbasis Komputer.
Teknologi berbasis komputer
nerupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan iengan menggunakan
perangkal yang bersumber pada mikro-jrosesor. Teknologi berbasis komputer
dibedakan dari teknologi lain carena memimpan informasi secara elektronis dalam
bentuk digital, bukannya sebagai bahan cetak atau visual. Pada dasarnya,
teknologi jerbasis komputer menampilkan informasi kepada pebelajar melalui :
tayangan di layar monitor berbagai jenis aplikasi komputer biasanya
lisebut “computer-based
instruction (CBIJ, computer-assisted
instruction (CAI)” atau “computer-managed instruction (CMI)”. Aplikasi-aplikasi
ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajarah
terprogram, akan tetapi sekarang lebili banyak berlandaskan pada teori
kognitif. (Jonassen, 1988).
Teknologi komputer, baik yang berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak, biasanya memiliki karakteristik seperti
berikut ini:
-
Digunakan secara
acak
-
Bersifat linier
-
Dapat digunakan sesuai dehgan
keingjnan Pebelajar, maupun menurut cara yang dirancang oleh
desainer/pengembang
-
Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan
secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis
-
Prinsip-prinsip
ilmu kognitif diterapkan selama pengem-bangan
-
Belajar dapat berpusat pada
pebelajar dengan tingkat inter-aktivitas yang tinggi.
4. Teknologi
Terpadu.
Teknologi terpadu merupakan cara untuk
memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang
dikendalikan komputer. Banyak orang percaya bahwa teknik yang paling rumit
untuk pembelajaran melibatkan perpaduan beberapa jenis media di bawah kendali
sebuah komputer. Komponen perangkat keras dari sistem yang terpadu ini dapat
terdiri dari komputer berkemampuan sangat tinggi dengan memori besar yang dapat
mengakses secara acak, sebuah “internal hard drive”, dan sebuah monitor wama
beresolusi tinggi. Peralatan periferal (pelengkap luar) komputer mencakup: alat
pemutar video, alat penayangan tambahan, perangkat keras jaringan (networking),
serta sistem audio. Perangkat lunak dari teknologi terpadu ini dapat berupa
disket video, “compact disk”, program jaringan, serta informasi
digital. Kesemuanya ini dapai dkendalikan dalam
suatu program belajar hipermedia yang dijalankan dengan menggunakan sistem
thoring’ seperti “HyperCard” atau “Toolbook’. Keistimewaan yang ditampilkan
oleh teknologi ini adanya interaktivitas pebelajar yang tinggi dengan berbagai
macam sumber belajar.
Pembelajaran
dengan teknologi terpadu ini
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Dapat
digunakan secara acak atau tidak berurutan, di samping secara linier
- Dapat
digunakan sesuai dengan keinginan Pebelajar, di samping menurut cara seperti yang
dirancang oleh pengembangnya
- Gagasan-gagasan
sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman Pebelajar, relevan
dengan kondisi Pebelajar, dan di bawah kendali Pebelajar
- Prinsip-prinsip
ilmu kognitif dan ‘konstruktivisme’ diterapkan dalam pengeinbangan dan
pemanfaatan bahan pembelajaran
- Belajar
dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan
terbentuk pada saat digunakan
- Bahan
belajar menunjukkan interaktivitas pebelajar yang tinggi
- Sifat bahan
yang mengintegrasikan kata-kata dan tamsil dari banyak sumber media.
Adapun kecenderungan
dan permasalahan teknologi cetak dan teknologi audiovisual mencakup peningkatan
perhatian terhadap desain teks, kerumitan visual serta penggunaan isyarat warna
(Berry 1992). Kecenderungan dan permasalahan dalam teknologi komputer dan
teknologi terpadu dari kawasan pengembangan terletak pada tantangan mendesain
teknologi interaktif, penerapan kontruktivisme dan teori belajar sosial, sistem
pakar dan otomisasi peralatan pengembangan, serta aplikasi untuk belajar jarak
jauh.
C.
Kawasan pemanfaatan
Pemanfaatan adalah
aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang terlibat
dalam pemanfaatan mempunyai tanggung-jawab untuk mencocokkan pebelajar dengan
bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pebelajar agar dapat berinteraksi
dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan,
memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pebelajar, serta memasukkannya ke
dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Fungsi pemanfaatan
penting karena membicarakan kaitan pebelajar dengan bahan atau sistem
pembelajaran. Jelas fungsi ini sangat kritis karena penggunaan oleh pebelajar
merupakan satu-satunya raison d’etre dari bahan pembelajaran.
Dengan demikian
pemanfaatan menuntut adanya penggunaan, deseminasi. difusi, implementasi, dan
pelembagaan yang sistematis. Hal tersebut dihambat oleh kebijakan dan
peraturan. Fungsi pemanfaatan penting karena fungsi ini memperjelas hubungan
pebelajar dengan bahan dan sistem pembelajaran. K.e empat kategori dalam
kawasan pemanfaatan ialah : (1) pemanfaatan media, (2) difusi inovasi, (3)
implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan), (4) serta kebijakan dan
regulasi.
1.
Pemanfaatan Media.
Pemanfaatan media
ialah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan
media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesiflkasi
desain pembelajaran. Misalnya, bagaimana suatu film diperkenalkan atau
“ditindak lanjuti” dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan.
Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pebelajar.
Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau
verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.
2.
Difusi Inovasi.
Difusi inovasi adalah
proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk
diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan.
Tahap pertama dalam proses ini ialah membangkitkan kesadaran melalui desiminasi
informasi. Proses tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran. minat,
pencobaan dan adopsi. Menurut Rogers (1983) langkah-langkah difusi tersebut
adalah pengetahuaii, persuasi atau bujukan, keputusan, implementasi, dan
konfirmasi. Secara khas, proses tersebut mengikuti model proses komimikasi yang
menggunakan alur multi-langkah termasuk komunikasi yang menggunakan
“gatekeepers” atau penjaga lalu-lintas informasi. misalnya: sekretaris, perantara.
dan “opinion leaders” atau tokoh panutan.
3.
Implementasi dan
Pelembagaan.
Implementasi yalah
penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya
(bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan ialah penggunaan yang rutin dan
pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya
organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi. Akan
tetapi. tujuan dari implementasi ialah menjamin penggunaan yang benar oleh
individu dalam organisasi. Sedang tujuan dari pelembagaan ialah untuk
mengintegrasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi. Kegagalan
yang silam dari projek Teknologi Pembelajaran seperti komputer dan televisi
pembelajaran di sekolah. menekankan pentingnya perencanaan baik untuk perubahan
individu maupun untuk perubahan organisasi (Cuban, 1986).
4.
Kebijakan dan
Regulasi.
Kebijakan dan regulasi
adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi
difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi Pembelajaran. Kebijakan dan
peraturan biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Keduanya
timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
dalam maupun luar. Dampak pengaruh tersebut lebih pada praktek dan pada teori.
Bidang Teknologi Pembelajaran telah ikut berjasa dalam penentuan kebijakan
tentang televisi pembelajaran dan televisi masyarakat. hukum hak cipta, standar
peralatan dan program serta pembentukan unit administrasi yang mendukung
Teknologi Pembelajaran.
Kecenderungan
dan Permasalahan, pada umumnya berkisar pada kebijakan dan peraturan
yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi dan pelembagaan. Masalah
lain yang berhubungan dengan kawasan ini ialah bagaimana gerakan restruktursasi
sekolah dapat mempengaruhi penggunaan sumber pembelajaran.
D.
Kawasan pengelolaan
Konsep pengelolaan
merupakan bagian integral dalam bidang teknologi Pembelajaran dan dari peran
kebanyakan para teknolog pembelajaran. Secara perorangan tiap ahli dalam bidang
ini dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam berbagai latar.
seorang teknolog pembelajaran mungkin terlibat dalam usaha pengelolaan projek
pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media sekolah. Tujuan yang
sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat sangat bervariasi, namun
keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relatif tetap sama apapun kasusnya.
Kawasan pengelolaan
semula berasal dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media
Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli
perpustakaan media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan
bahan cetak dan non-cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber
teknologikal dalam kurikulum. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely menulis buku Media
Personnel in Education: A Competency Approach yang menekankan bahwa
administrasi program media memegang peran sentral dalam khasanah teknologi
pembelajaran. Definisi AECT tahun 1977 membagi fungsi pengelolaan dalam
pengelolaan organisasi dan pengelolaan personil, seperti halnya yang dilakukan
oleh para administrator dari program dan pusat media.
Pengelolaan meliputi
pengendalian Teknologi Pembelajaran ilalui perencanaan. pengorganisasian.
pengkoordinasian dan supervisi. Pengelolaan biasanya merupakan hasil dari
penerapan atu sistem nilai. Kerumitan dalam mengelola berbagai macam sumber,
personil, usaha desain maupun pengembangan akan semakin meningkat dengan
membesarnya usaha dari sebuah sekolah atau bagian kantor yang kecil menjadi
kegiatan pembelajaran berskala nasional atau menjadi perusahaan multi-nasional
dengan skala global. terlepas dari besamya program atau proyek Teknologi
Pembelajaran yang ditangani. salah satu kunci keberhasilan yang esensial adalah
pengelolaan. Perubahan jarang terjadi hanya pada tingkat pembelajaran yang
mikro. Untuk menjamin keberhasilan dari tiap intervensi mbelajaran, proses
perubahan perilaku kognitif maupun afektif harus terjadi bersamaan dengan
perubahan pada tingkat makro. Para anager program dan projek Teknologi Pembelajaran
yang mencari mber tentang cara bagaimana merencanakan dan mengelola berbagai
model perubahan pada tingkat makro, pada umumnya akan mengalami kekecewaan.
(Greer, 1992; Hannum dan Hansen, 1989; smiszowski, 1981 ).
Secara singkat. ada
empat kategori dalam kawasan pengelolaan. Di dalam setiap subkategori tersebut
ada seperangkat tugas yang sama yang harus lakukan. Organisasi harus
dimantapkan, personil harus diangkat dan supervisi. dana harus direncanakan dan
dipertanggungjawabkan, dan fasilitas harus dikembangkan serta dipelihara.
1.
Pengelolaan Proyek.
Pengelolaan proyek
meliputi perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan
pengembangan. Menurut Rotliwell dan Kazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda
dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis & staf (line and
staff management).
Para pengelola proyek
bertanggung jawab atas perencanaan. penjadwalan dan pengendalian fungsi desain
pembelajaran atau jenis-jenis projek yang lain. Mereka harus melakukan
negosiasi. menyusun anggaran, membentuk sistem pemantauan informasi, serta
menilai kemajuan. Peran pengelolaan projek biasanya berhubungan dengan cara
mengatasi ancaman projek dan memberi saran perubahan ke dalam.
2.
Pengelolaan Sumber.
Pengelolaan sumber
mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan
pelayanan sumber: Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur
pengendalian akses. Pengelolaan sumber dapat mencakup personil, keuangan, bahan
baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup
semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan.
Efektivtias biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua
karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
3.
Pengelolaan Sistem
Penyampaian.
Pengelolaan sistem
penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian “cara bagaimana
distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan … Hal tersebut merupakan suatu
gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi
pembelajaran kepada pebelajar” (Ellington dan Harris, 1986 : 47). Contoh pengelolaan
seperti itu terdapat pada proyek belajar jarak jauh di National Technological
University dan Nova University. Pengelolaan sistem penyampaian memberikan
perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak
dan dukungan teknis lerhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan ini juga
memperhatikan permasalahan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktor
atau pelatih. Dari sekian banyak parameter ini keputusan harus diambil
berdasarkan pada kesesuaian karakteristik teknologi dengan tujuan pembelajaran.
Keputusan tentang pengelolaan sistem penyampaian ini sering tergantung pada
sistem pengelolaan sumber.
4.
Pengelolaan informasi.
Pengelolaan informasi
meliputi perencanaan. pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber
untuk kegiatan belajar. Cukup banyak tumpang-tindih terjadi antara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan dan pemrosesan karena fungsi yang satu sering diperlukan
untuk melakukan fungsi yang lain. Teknologi yang dijelaskan pada kawasan
pengembangan merupakan metoda penyimpanan dan penyampaian. Penyiaran atau
transfer informasi sering terjadi melalui teknologi terpadu. “Pemrosesan adalah
pengubahan beberapa aspek informasi [melalui program komputer] … agar lebih
sesuai dengan tujuan tertentu” (Lindenmayer, 1988, hal. 317). Pengelolaan
informasi penting untuk memberikan akses dan keakraban pemakai. Pentingnya
pengelolaan informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi
kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran Pertumbuhan ilmu maupun industri
pengetahuan di luar yang saat ini dapat diakomodasikan menunjukkan bahwa hal
ini merupakan bidang yang sangat penting bagi Teknologi Pembelajaran di masa
datang. Pengelolaan system penyimpanan informasi
untuk tujuan pembelajaran tetap akan terupakan
komponen penting dari bidang Teknologi Pembelajaran.
Kecenderungan
dan Permasalahan, Kecenderungan terhadap peningkatan
dan pengelolaan kualitas dari dunia industri nampaknya akan menyebar ke dunia
pendidikan. Jika demikian hal tersebut akan membawa dampak pada kawasan
pengelolaan. Mengurangi hal ini akan menjadi tantangan bagi para pengelola
untuk menggunakan sumber-sumber yang ada sekarang secara lebih baik.
E.
Kawasan penilaian
Penilaian ialah proses
penentuan memadai dalam pembelajaran dan belajar. Penilaian mulai dengan
analisis masalah. Ini merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan
dan penilaian pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada langkah
ini.
Dalam kawasan
penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian projek dan
penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting untuk
perancang pembelajaran, seperti halnya penilaian fonnatif dan penilaian
sumatif. Menurut Worthen dan Sanders (1987):
Penilaian merupakan
penenluan nilai dari suatu barang. Dalam pendidikan,
hal itu berarti penentuan secara formal
mengenai kualitas. efektivitas atau nilai dari suatu program, produk,
proyek, proses, tujuan, atau kurikulum. Penilaian menggunakan metoda inkuiri
dan pertimbangan, termasuk : (1) penentuan standar untuk mempertimbangkan
kualitas dan menentukan apakah standar tersebut harus bersifat relatif atau
absolut; (2) pengumpulan informasi; dan (3) menerapkan penggunaan standar untuk
menentukan kualitas.
Seperti terlihat pada
konsep dasar dari kata ‘penilaian’, kunci konsep tersebut terletak pada
penentuan ‘nilai’. Bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara teiiti, akurat, dan
sistematis merupakan urusan bersama antara evaluator dan klien.
Suatu cara yang penting
untuk membedakan penilaian ialah dengan mengklasifikasikannya menurut obyek
yang sedang dinilai. Pembedaan yang lazim ialah menurut program, proyek, dan
produk bahan. Suatu komisi “The Joint Committee on Standards for Educational
Evaluation” (Komisi Gabungan Standar Penilaian Pendidikan) pada tahun 1981
memberikan definisi untuk masing-masingjenis penilaian ini sebagai berikut:
Penilaian program
adalah evaluasi yang menaksir kegialan pendidikan yang memberikan pelayanan
secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam peny- usunan kurikulum.
Sebagai contoh misalnya penilaian untuk program membaca dalam suatu wilayah
persekolahan, program pendidikan khusus dari pemerintah daerah, atau suatu
program pendidikan berkelanjutan dari suatu universitas.
Penilaian proyek
adalah evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna
melakukan suatu tugas tertentu dalam suatu kurun waklu. Sebagai contoh, suatu
lokakarya tiga hari mengenai tujuan perilaku, atau suatu proyek demontrasi
pendidikan karir yang lamanya tiga tahuan. Kunci perbedaan antara program dan
proyek ialah bahwa program diharapkan berlangsung dalam waktu yang tidak
terbatas, sedangkan proyek biasanya diharapkan berjangka pendek. Proyek yang
dilembagakan dan kenyataannya menjadi program.
Penilaian bahan
(produk pembelajaran) adalah evaluasi yang menaksir kebaikan atau manfaat isi
yang menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kurikulum, film, pita
rekaman, dan produk pembelajaran lainnya yang dapat dipegang.
Dalam kawasan
penilaian terdapat tiga subkawasan
1.
Analisis Masalah.
Analisis masalah
mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi
pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para evaluator yang
piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut
dirumuskan dan direncanakan. Bagai-manapun baiknya anjuran orang, program yang
diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal
memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian
meliputi identifikasi kebutuhan. penentuan sejauh mana masalahnya dapat
diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan
karakteristik pebelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels and
Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan sebagai “jurang antara ‘apa yang
ada’ dan ‘apa yang seharusnya ada dalam pengertian hasil” (Kaufman, 1972).
Sedangkan penilaian kebutuhan adalah suatu studi yang sistematis mengenai
kebutuhan ini. Di sini perlu ada pembedaan yang tegas. Analisis kebutuhan
diadakan bukannya untuk melaksanakan penilaian yang lebih dapat dipertahankan
saat proyek berjalan, melainkan untuk perencanaan program yang lebih memadai.
2.
Pengukuran Acuan Patokan
(PAP).
Pengukuran
acuan-patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar
menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan-patokan,
yang sering berupa tes, juga dapat disebut acuan-isi, acuan-tuiuan, atau
acuan-kawasan. Sebab, kriteria tentang cukup tidakma hasil belajar ditentukan
oleh seberapa jauh pebelajar telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi
tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan
yang berkaitan dengan tujuan. Keberhasilan dalam tes acuan-patokan berarti
dapat melaksanakan kemarnpuan tertentu. Biasanya ditentukan skor minimal, dan
mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor tersebut dinyatakan lulus tes.
Balas jumlah pengikut tes yang dapat lulus atau dapat mengerjakan tes dengan
baik tidak ada, karena PAP tidak membandingkan antara pengikut tes.
Pengukuran
acuan-patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat
mencapai standar yang ditentukan. Soal-soal acuan-patokan digunakan pada
seluruh proses pembelajaran untuk mengukur apakah prasyarat-prasyarat telah dikuasai.
Pengukuran acuan patokan dapat dipakai untuk menentukan apakah tujuan utama
telah dicapai (Seels dan Glasgow, 1990). Para desainer kurikulum dan pendidik
lainnya tertarik pada pengukuran acuan-patokan ini sebelum Mager menjelaskan
tujuan perilaku (Tyler, 1990). Kontributor pertama terhadap aplikasi pengukuran
acuan-patokan dalam Teknologi Pembelajaran berasal dari gerakan pembelajaran
terprogram termasuk James Popham dan Eva Baker (Baker, 1972; Popham, 1973).
Kontributor berikutnya yalah Sharon Shrock dan William Coscarelli (Shrock dan
Coscarelli, 1989).
3.
Penilaian Formatif dan
Sumatif.
Penildian formatif
berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan
informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif
berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan
keputusan dalam hal pemanfaatan.
Penekanan baik untuk
penilaian formatif pada tahap-tahap awal dari pengembangan produk, maupun
penilaian sumatif setelah kegiatan pembelajaran merupakan perhatian utama dari
para teknolog pembelajaran. Perbedaan kedua jenis penilaian ini patama kali
dikemukakan oleh Scriven(1967); meskipun Cambre telah menelusuri
kegiatan-kegiatan sejenis ini sampat tahun 1920an dan 1930an dalam pengembangan
pembdajaran mdalui film dan radio (Cambre, yang dikutip dalam Flagg, 1990).
Menurut Michael
Scriven (1967): Penilaian formatif dilaksanakan pada vvaktu pengembangan atau
perbaikan program atau produk (atau orang, dsb.). Penilaian ini dilaksanakan
untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern;
akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar
atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah
dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Slake “Apabila juru masak
mencicipi sup, hal tersebul formatif; apabila para tamu mencicipi sup tersebut.
bal tersebut sumatif.
Penilaian sumatif
dilaksanakan setelah selesai clan bagi kepentingan pihak luar atau para
pengambil keputusan (sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon
pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam
atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas. lebih baik evaluator luar
dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif Hendakn\a jangan
dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai basil,
bukannya proses — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif.
Dalam pengembangan
produk, penggunaan penilaian formatif dan sumatif khususnya penting
pada berbagai tahap. Pada tahap-tahap awal pengembangan (tes tahap alpha),
banyak macam perubahan dapat terjadi, dan (usaha) penilaian formatif dapat
mempunyai jangkauan yang luas. Saat produk dikembangkan lebih lanjut, balikan
jadi lebih khusus (tes beta), dan rentang alternatif penibalian yang iapat
diterima jadi lebih terbatas. Hal ini merupakan dua buah contoh penilaian
formatif. Ketika akhimya produk dilempar ke pasaran dan dinilai oleh pihak
luar, yang bertindak memberikan “laporan konsumen”, tujuan penilaian jelas
sumatif yaitu membantu pembeli memilih suatu produk secara bijak. Pada taliap
ini. tanpa penibalian otal atas produk yang bersangkutan, revisi tidak mungkin
dapat diadakan. Jadi, dalam pengembangan suatu produk, penggunaan peni-aian formatif
dan sumatif bervariasi sesuai dengan tahap perkem-:angannya dan bahwa rentang
saran yang dapat diterima dalam suatu kurun waktu menjadi semakin terbatas.
Metoda yang digunakan
dalam penilaian fonnatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif
mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial. uji-coba dalam kelompok kecil
atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti
observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan
prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif
sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Keseimbangan antara
pengukuran kuantitatif dan kualitatif perlu mendapat perhatian yang cukup dalam
penilaian formatif maupun sumatif. Pengukuran kuantitatif lazim
berhubungan dengan angka-angka dan biasanya bekerja menurut gagasan pengukuran
obyektif. Pengukuran kualitatif lebih menekankan pada aspek-aspek subyektif dan
bersifat pengkajian proyek. Hasil pengukuran kualitatif biasanya dilaporkan
dalam bentuk uraian verbal.
Kecenderungan
dan Permasalahan, penilaian kebutuhan dan jenis “Front-end analysis”
yang lain semula berorientasi terutama pada perilaku dengan menitikberatkan
pada data kinerja dan penjabaran materi/isi jadi bagian-bagian yang lebih
kecil. Akan tetapi penekanan pada pengaruh konteks belajar yang sekarang
memberi orientasi kognitif kadang-kadang orientasi kontruktivis pada proses
penilaian kebutuhan.
Bidang-bidang lain yang penting
untuk diperhatikan ialah pengukuran untuk tujuan kognitif tingkatan tinggi,
tujuan avektif dan tujuan psikomotor. Penelitian tentang pengukuran
acuan-patokan yang berasaskan komputer akan merangsang kawasan ini.
Tessmer (1993) mengusulkan suatu
model penilaian formatif yang mengakomodasi suatu pendekatan “Kebutuhan yang
berlapis”. Pendekatan ini memperhatikan sumber dan hambatan setiap projek dan
berusaha menghindari perencanaan lapisan-lapisan penilaian formatif yang
berlajur-lajur dengan tidak dapat diselesaikan dalam sebuah projek.